Menentukan Tema dan Judul dalam Karya Tari
Dalam sebuah karya tari, tema merupakan hal yang sangat
penting untuk diketahui, karena tema merupakan
dasar atau alasan mengapa karya tersebut ada. Tema berkaitan dengan makna, fungsi dan
latar belakang ide garap sebuah
karya, dorongan atau motivasi yang melatarbelakangi seniman membuat karya, atau alasan sosial budaya masyarakat tertentu yang mendorong
lahirnya sebuah karya.Secara umum terdapat dua jenis tema
dalam tari , yaitu tema literal dan non literal.Tema literal
dalam suatu karya
tari adalah susunan
tari yang digarap
dengan tujuan untuk menyampaikan pesan-pesan seperti cerita,
dongeng, legenda, cerita rakyat,
sejarah, dan sebagainya
(Widyastutieningrum; 2014). Tema tema literal terdapat pada
beberapa karya dramatari misalnya dramatari
Lutung Kasarung dari Jawa Barat. Dramatari Lutung Kasarung terinspirasi dari cerita rakyat Jawa
Barat. Contoh lain adalah tari Lenggang Nyai dari Betawi yang
berangkat dari cerita Nyai Dasimah. Tari Ngremo dari Jawa Timur merupakan karya tari yang terinspirasi dari sejarah dan semangat kepahlawanan.
Tema nonliteral adalah susunan tari yang semata-mata diolah berdasarkan
penjelajahan dan penggarapan keindahan unsur-unsur gerak yaitu ruang, waktu, dan tenaga
(Rochyati; 2019). Jadi tari
nonliteral ini biasanya terdapat pada
tari-tarian yang sifatnya hiburan saja sehingga tidak ada pesan khusus yang ingin disampaikan dari sang koreografer. Tema tari nonliteral banyak sekali ditampilkan saat ini
pada genre tari modern yang
ditampilkan di panggung hiburan pada acara-acara komersil seperti di program televisi.
Tari bertema nonliteral menitikberatkan pada estetika
bentuk gerak, musik dan elemen
lainnya, dengan tujuan
keindahan bentuk semata. Gerak tari nonliteral juga
nampak dilakukan pada tari tarian di aplikasi Tik-tok
yang banyak dilakukan
generasi muda zaman sekarang.
Menurut La Meri (1986), dalam upaya membuat
karya tari yang menarik, terdapat
lima tes tema yang dapat
dilakukan yaitu
1. Nilai budaya yang terungkap
Sebuah karya tari sebaiknya dapat memvisualisasikan budaya yang melatarbelakangi penciptaan tari. Latar
belakang budaya tari yang jelas, dapat memudahkan seseorang
dalam mengembangkan desain gerak, kostum dan elemen tari lainnya.
Sebagai contoh jika seorang koreografer akan
membuat karya tari nontradisi, misalnya
mengembangkan tari dari daerah Nusa Tenggara. Maka, ciri khas gerak, pola kain, tata rias atau elemen tari lainnya
dari tari Nusa Tenggara dapat dipilih untuk menjadi identitas, sehingga
penonton mudah mengenali.
2. Dapatkah tema itu ditarikan
Tema harus dapat ditarikan artinya memungkinkan dalam segi
pembuatan gerak setiap
adegan dan elemen
tari lainnya. Tidak
semua ide dan tema dapat
ditarikan. Karya tari terikat dengan
aturan waktu dan ruang pertunjukan serta kapasitas penari dalam melakukan
gerak tari. Contoh
tema yang tidak dapat ditarikan misalnya
tarian dengan tema-tema
yang sensitif yang menyinggung perbedaan SARA, tema yang dapat menimbulkan kesalahpahaman antar masyarakat, umat beragama, tema yang mengandung ujaran kebencian terhadap sesorang atau suatu kelompok
masyarakat. Contoh tema lainnya yang sebaiknya dihindari
adalah tema tari yang bersifat filosofis. Tema tari yang sangat filosofis akan lebih baik jika diungkapkan melalui
tulisan atau kata
karena biasanya sulit diungkapkan melalui
bahasa gerak tubuh.
3. Efek sesaat dari tema itu kepada penonton.
Efek sesaat yang dimaksud adalah penonton harus merasa
terpukau dan tertarik. Efek sesaat sebaiknya
menjadi pertimbangan dalam memilih tema tari. Tema seharusnya juga
sesuai dengan segmentasi penonton sehingga tema mudah
dipahami.
4. Perlengkapan teknik tari dari penata tari untuk penarinya
Perlengkapan teknik tari, meliputi teknik gerak, tata
busana dan kostum sebaiknya mendukung
tema tari dan penampilan penari. Contoh tari dengan genre tertentu, misalnya breakdance haruslah ditarikan oleh
penari yang mampu melakukan gerak-gerak breakdance seperti flooring, jumping
dan lain sebagainya. Pakaiannya juga haruslah pakaian
yang menunjang gerakan
breakdance dengan nyaman, misalnya celana training yang leluasa dengan bahan yang tidak mudah sobek, alas kaki
atau sepatu harus dengan solnya tidak
licin dan nyaman. Hal tersebut berlaku pula untuk genre tari lainnya, misalnya
tari tradisional Jawa, sebaiknya dilakukan
oleh penari yang mampu menguasai teknik tari Jawa. Tema yang
menyajikan tari Balet, maka penari sebaiknya memiliki
dasar menari Balet dengan sepatu Baletnya.
Semua perlengkapan harus
dipertimbangkan dalam menyajikan karya tari, jangan sampai tema tari yang diinginkan menjadi tidak tercapai.
5. Fasilitas-fasilitas yang dibutuhkan untuk
pertunjukan seperti
property, sound system,
lampu pertunjukan dan lain-lain
Rangsang Visual Dalam Membuat Karya Tari
Dalam membuat karya tari, koreografer harus memiliki ide
atau gagasan awal. Ide atau gagasan
dapat timbul melalui
adanya sebuah rangsang.
Konsep dasar dari rangsang menurut Jacqueline Smith
(Suharto: 1985) didefinisikan sebagai sesuatu yang membangkitkan fikir,
atau semangat, atau mendorong kegiatan.
Artinya bahwa setiap kegiatan yang dilakukan oleh penata tari dalam berkarya hanya muncul pada saat ada dorongan atau rangsang tersebut. Rangsang yang biasanya menjadi
awal dari lahirnya sebuah karya tari adalah
rangsang visual dan audio.
Rangsang visual dalam membuat karya tari adalah segala
sesuatu yang dapat ditangkap oleh
panca indera penglihat, atau mata. Contohnya
mengamati alam sekitar, benda-benda atau fenomena sosial. Rangsang visual dari mengamati
alam sekitar dapat mendorong koreografer untuk menciptakan tema tari tentang flora dan fauna. Rangsang
visual terhadap suatu benda dapat menginspirasi koreografer untuk menentukan
properti tari. Contohnya payung untuk
properti Tari Payung, atau lilin untuk properti Tari Lilin.
Rangsang visual dapat
juga menginspirasi desain
gerak tari dan tempo gerak tari, misalnya saat koreografer bermain ke kebun binatang kemudian mengamati perilaku satwa, akhirnya
merangsang koreografer tersebut untuk membuat desain gerak
meniru tingkah laku binatang seperti melompat-
lompat
pada gerak tari bertema satwa kijang, atau desain gerak terbang pada tari bertema burung.
Rangsang visual juga dapat menjadi inspirasi dalam membuat
pola lantai, misalnya mengamati peristiwa
kerusuhan, dapat menginspirasi koreografer untuk membuat pola lantai menyebar atau tidak
beraturan. Saat melihat bebek yang sedang
berjalan teratur menginspirasi koreogreafer untuk membuat
tarian dengan tema bebek dan pola lantai
yang juga teratur
atau sejajar.
Rangsang visual dalam membuat karya tari dapat juga
berasal dari karya seni lain misalnya mengamati teater atau film.
Telah banyak pertunjukan tari yang
terinpirasi dari film atau teater. Misalnya drama musikal Laskar Pelangi yang pernah di gelar pada 17 Desember 2010 sampai 9 Januari 2011 di Taman Ismail
Marzuki, drama musikal ini terinspirasi dari novel terkenal karya Andrea Hirata tahun 2005. Dalam drama
musikal tersebut terdapat beberapa adegan
yang diisi oleh adegan tokoh-tokoh yang menari bersama. Contoh lain, membuat sebuah karya tari dapat juga
terinspirasi dari tayangan yang sering ditonton
misalnya film India, drama korea atau tontotan lainnya.
Rangsang visual bentuk lain dapat juga terinspirasi dari
karya lukisan atau patung hasil karya
seniman rupa. Misalnya saat koreografer mengamati relief candi Borobudur
dapat menginspirasi untuk membuat karya tari berdasarkan cerita yang tergambar pada relief candi tersebut.
Rangsang
Audio Dalam Membuat Karya Tari
Rangsang musik atau rangsang audio adalah rangsang membuat
karya berdasarkan segala sesuatu yang
dapat ditangkap melalui pancaindera pendengaran. Seperti
yang telah dijelaskan pada unit 1 dan 2, musik berkaitan
dengan
tempo, intensitas suara dan jenis suara. Rangsang musik pada tari dapat berupa iringan dari alat musik,
karya-karya musik berupa rekaman atau
lagu. Selain itu rangsang musik juga dapat diperoleh dari suara atau bunyi dari lingkungan sekitar, seperti suara hewan, suara
deburan ombak di laut, bunyi kicau
burung, suara manusia yang sedang berbicara, tertawa atau menangis, suara kendaraan
atau suara-suara yang mengingatkan kita pada sebuah
fenomena sosial.
Rangsang audio berkaitan juga dengan proses terciptanya
desain gerak, misalnya suara tangisan
dapat memberi rangsang untuk membuat desain gerak yang sempit dengan
tempo yang lambat, gerakan ini terinspirasi dari kondisi penuh kesedihan atas rangsang audio berupa tangisan yang
didengar koreografer.
Rangsang audio dengan musik tradisi
daerah tertentu dapat menjadi inspirasi bagi koreografer untuk membuat
karya tari dengan ragam gerak sesuai
musik daerah tersebut. Misalnya saat mendengar lagu dari India kita akan secara tidak sadar untuk menirukan
gerak tari khas India. Ketika kita mendengar
musik RnB koreografer akan terinspirasi untuk membuat gerak- gerak hiphop. Di Indonesia banyak seniman
tari yang berkarya berdasarkan bentuk seni
lain seperti seni
musik. Salah satu
contohnya adalah lagu Genjring Party karya grup Krakatau, Musik Genjring
Party yang dinamis terdiri dari perpaduan musik
modern dan tradisonal, telah berhasil menginspirasi banyak seniman tari
di Indonesia untuk membuat karya tari kreasi baru berdasarkan karya musik Genjring
Party. Contoh lainnya,
lagu berjudul Lathi yang populer di petengahan tahun 2020.
Musik karya Weird Jenius yang dinyanyikan oleh Sara Fajira
juga telah menjadi
inspirasi bagi para koreografer dan penata rias di
Indonesia untuk membuat berbagai karya tari maupun tata rias sesuai dengan penafsiran masing-masing seniman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar